Jumat, 25 Agustus 2017

Tanah Airku, Indonesiaku.

 “Jangan pernah menyerah untuk mencintai Indonesia”,  Sukardi Rinakit.

Jakarta, 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka. Setelah berhasil merebut kemerdekaan kala 3,5 abad dijajah. Begitu banyak hal yang sudah Indonesia lalui hingga sampai saat ini. 72 tahun masih tetap berjabat tangan, bersama.

Indonesia merupakan negara yang besar. Dengan sumber daya alam, adat istiadat maupun budayanya. Namun apakah dengan kekayaan yang dimiliki sampai saat ini, kita sudah merasakaan pemerataan yang sama?

Pemerataan dicapai bukan dengan kesamaan perlakuan tapi melalui keadilan. Salah satunya dengan pemerataan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam kurang lebih 2 tahun lalu telah membawa perubahan untuk negeri kita. Capaian pemerintah terobosan kebijakan dalam masa jabatan Jokowi ini, membuat warga Papua akhirnya merasakan hal yang sama. Tak hanya itu, melalui kebijakan ini warga di desa Ampas Papua juga mendapatkan elektrifikasi dengan peningkatan rasio nasional sudah mencapai 92%.

Pada tahun ini, 17 Agustus, Indonesia masih bersatu. Walaupun belum semua anak muda yang merasakan pentingnya nasionalisme, tapi masih banyak yang ikut dalam perayaan hari lahirnya Indonesia. Rasanya begitu asing ketika hanya duduk berdiam diri di rumah pada hari penting ini. Walau tidak ikut berjuang merebut kemerdekaan, walau belum memberikan aksi nyata layaknya Jokowi dalam pencapaian, setidaknya kita masih bisa ikut mempertahankan dan membanggakan Indonesia dengan momen 17 agustus yang kita abadikan dalam sekali setahun.


Tetaplah menjadi bangsa yang maju.
Tanah Airku, Indonesiaku.

Senin, 07 September 2015

Kenyataannya, aku kalah.

Ada perasaan yang tulus menyayangi. Ada hati yang berlapang dada membiarkan rasa sabar menang dan mengalahkan kesedihannya. Ya, dari kedua pria itu. 

Saat itu, wanita ini hadir memberikan rasa nyaman dikeadaan terburukku. Tapi siapa yang menyangka kalau ternyata aku bukan satu-satunya pria yang ada dihatinya. Akupun tidak mau terjebak dikeadaan yang menaruh rasa sakit lebih dari sebelumnya. Tapi siapa yang bisa memilih untuk menaruh perasaan lebih ke orang yang tepat. Bukan aku yang memilih tapi alur cerita yang membawaku berada disini.

Aku mulai membiasakan diri menahan untuk tidak menghubungi. Aku tidak ingin membiarkan perasaan ini semakin. Melukai hati pria yang lebih dulu hadir didekapanmu. Aku mulai membiasakan diri menahan rindu. Aku tidak ingin membiarkan perasaan ini larut. Melukai hati pria yang selalu ada didekatmu. Tidak mudah menahannya. Asal kamu tahu, semuanya seperti ingin meledak.

Kurasa aku mempercayai perkataan kamu yang mengingatkan momen singkat kita, mempercayai bahwa perasaanmu tidak lelucon dibalik tawaku yang kamu kira tak menganggapmu serius. Sudahlah, aku tidak ingin mengakui kalau aku berpura-pura biasa saja, bersikap seakan-akan tidak peduli. 

Kenyataannya, aku kalah. Bukan dari segi sikap saja, bahkan dari segi jarak dan waktu.

Hai, apa kabar?
dari aku,


 priamu.

Sabtu, 27 Juni 2015

Terekam Ulang Dipikirannya

Pantai ini adalah pantai pertama yang kalian kunjungi setelah kamu kembali lagi ke kota ini. Hari ini dia kesini. Semua momen yang pernah kalian mainkan dulu, terekam ulang dipikirannya.

"Kan udah aku bilang lebih baik gak tau, dari pada kayak gini akhirnya..."
"Ya lebih baik aku tau..."
"Kamu cemburu kan?"
"Buat apa aku cemburu? Buat apa kamu tau jawabannya? Biar kamu seneng? Aku gak siapa-siapa kan?"
"........."
Haha lucu sekali, ketika dia berada disini dan malah mengingat pertengkaran kalian. Merubah seseorang dari ketawa ke marah emang gampang, tapi tidak sebaliknya. Ada kecelakaan yang hampir terjadi ketika perdebatan kalian tak berhenti. Dia menangis hebat untuk pertama kalinya. Karna semua perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan. Lalu kamu memeluknya, mengecup keningnya dalam, menjadikanmu seolah-olah tempat ternyaman baginya.






"Ada pelangi tuh..." kamu menunjuknya dan dia tersenyum.

Jumat, 26 Juni 2015

Ketika Kau Pergi Terlalu Cepat

Punggungmu semakin lama semakin hilang dari pandanganku. Tatapan kosong dan perkataan sayang yang kau titipkan terakhir kali menyisakan sesak. Bagaimana mungkin aku baik-baik saja sementara kau meninggalkan berbagai kenangan?

Kau curang. Kau bisa saja pergi lalu melupakan semuanya. Sementara aku disini mau tak mau mengingatnya lagi, hampir setiap hari. Jalan yang pernah kita telusuri, tempat yang kita kunjungi dan lagu yang sekarang tak ingin aku putar kembali. Terlalu perih.

Ada rindu yang menyakitkan ketika aku menahan perasaan. Tetapi aku tau lebih menyakitkan ketika aku berkata jujur sementara aku sadar kau tidak bisa hadir. Benar memang seharusnya aku tidak menerima tawaranmu untuk datang kembali, seharusnya juga aku tidak menentang dan memperdebatkan saran yang diberikan temanku. Tetapi hati dan pikiranku tak sejalan. Kau dan aku sedang diperbudak perasaan. Bagiku, bahkan sampai sekarang.

Hai, aku masih mengharapkan secercah harapan untuk sebuah pertemuan kita. 

Dari aku yang masih terjebak
ketika kau pergi terlalu cepat

Kamis, 24 Oktober 2013

Ketika Kepemimpinan Berada Di Pundakku

Alhamdulillah, thank you LKMM-TD 2013 for The Best Essay :')

Ketika Kepemimpinan Berada Di Pundakku
(oleh: Ghea Ratu Annisa)

            Memimpin diri sendiri aja sulit, bagaimana memimpin orang banyak?
Biasanya sih, alasan orang tidak berani untuk terjun ke suatu hal yang baru karna takut akan hal buruk atau memalukan yang mereka dapatkan. Namun, kita tidak pernah tau hasilnya apabila tidak pernah berani untuk memulai segalanya. Mungkin saja hasilnya jauh lebih baik dari perkiraan dan mungkin saja itu akan menjadi pengalaman yang berharga nantinya.

Aku berani, terpaksa berani lebih tepatnya. Berani untuk membimbing orang banyak, walaupun kadang membimbing diri sendiri masih terasa begitu sulit. Berani untuk bertanggung jawab atas segala yang aku lakukan. Berani juga untuk terima resiko, sekalipun itu resiko terburuk yang akan aku alami. Sering kali keterpaksaan berdampak positif. Berawal dari keterpaksaan buat memulai sesuatu, membiasakannya buat dijalani dan akhirnya bisa melakukan. Ibaratnya, kita bisa karna terbiasa.

Aku belajar bagaimana memahami karakter setiap orang secara perlahan. Belajar bagaimana menyatukan setiap pendapat dan pola pikir orang yang berbeda-beda. Belajar untuk mengubah sifat pesimis menjadi optimis. Aku belajar juga untuk lebih dewasa menerima segala kritikan dan masukan serta lebih disiplin dalam membagi waktu, waktu untuk kegiatan umum maupun pribadi sekalipun. Keraguanku akan segala hal dalam memimpin orang-orang disekitarku hilang, disebabkan kepercayaan dan keyakinan yang telah mereka berikan. Tekad dan tanggung jawab menjalani tugas-tugasku pun tumbuh dengan sendiri karna tidak ingin mengecewakan orang yang berperan banyak terhadapku. Selain itu, aku mengerti pentingnya makna kejujuran, karna itu kunci utama dalam melakukan sesuatu. Tanpa kejujuran, tidak akan ada lagi kepercayaan-kepercayaan itu. Tidak lupa sifat tegas dan bijaksana yang harus dimiliki sebagai pemimpin. Tegas dan bijaksana dalam memutuskan sesuatu.


Dan akhirnya, ketika jiwa kepemimpinan telah tertanam didiriku. Ketika itu pula kepemimpinan berada dipundakku.

Sabtu, 05 Oktober 2013

untukmu, biru.

untuk tempo detak jantung yang tak beraturan setiap melihatmu. mulai berani untuk pertama kalinya menyapamu. dan juga beberapa sapaan darimu yang akhirnya tak pernah terbayangkan. untuk teriakan yang tertahan ketika kau antar aku walau hanya setengah perjalanan. candaan ringan dari mereka yang melihat kau dan aku walaupun tak berarti apa bagimu. perbincangan terlama, yang aku rasakan bersamamu. dan untuk warna baju yang tak sengaja sama hari itu. 

untuk rasa nyaman saat memegang bidangnya bahumu. perhatian kecilmu agar aku berhati-hati di jalan. dan ucapan terimakasih yang aku utarakan. untuk setiap tarian jemari saat membalas pesan darimu, yang aku harap tak pernah terputus dengan tiba-tiba. untuk pertemuan mendadak yang hampir setiap harinya terjadi. atau bahkan pandangan yang tak sengaja melihatmu dari jauh.

untuk keterlambatan, menyadari rasa ini tidak sesaat. untukmu, biru.

Sabtu, 24 Agustus 2013

melepaskan dan mendapatkan

     dulu, dia yang sekuat apapun aku pertahankan. bahkan aku mengorbankan hati, merelakan perasaan, memaafkan setiap kesalahan, mengikhlaskan semua kebohongan, mengurung emosi, menurunkan gengsi untuk membuat nya bahagia, walau tidak sebahagia yang aku bayangkan. tapi sayang, tak selamanya seseorang akan bertahan, kadang lelah dan rasa ingin melepaskan datang. maaf.

     kini, kamu yang tidak ingin aku hilangkan. bahkan aku tidak ingin banyak berkata tapi ini nyata, kamu yang mengobati setiap luka yang ada, membantu aku berdiri lagi ketika jatuh, membuka hatiku dan mengikhlaskan kepada yang baru, menyadarkan aku ketika tidak selamanya pengorbanan hanya dilakukan sebelah pihak serta mengartikan setiap sabar selalu mendapatkan balasan. terimakasih.