Senin, 07 September 2015

Kenyataannya, aku kalah.

Ada perasaan yang tulus menyayangi. Ada hati yang berlapang dada membiarkan rasa sabar menang dan mengalahkan kesedihannya. Ya, dari kedua pria itu. 

Saat itu, wanita ini hadir memberikan rasa nyaman dikeadaan terburukku. Tapi siapa yang menyangka kalau ternyata aku bukan satu-satunya pria yang ada dihatinya. Akupun tidak mau terjebak dikeadaan yang menaruh rasa sakit lebih dari sebelumnya. Tapi siapa yang bisa memilih untuk menaruh perasaan lebih ke orang yang tepat. Bukan aku yang memilih tapi alur cerita yang membawaku berada disini.

Aku mulai membiasakan diri menahan untuk tidak menghubungi. Aku tidak ingin membiarkan perasaan ini semakin. Melukai hati pria yang lebih dulu hadir didekapanmu. Aku mulai membiasakan diri menahan rindu. Aku tidak ingin membiarkan perasaan ini larut. Melukai hati pria yang selalu ada didekatmu. Tidak mudah menahannya. Asal kamu tahu, semuanya seperti ingin meledak.

Kurasa aku mempercayai perkataan kamu yang mengingatkan momen singkat kita, mempercayai bahwa perasaanmu tidak lelucon dibalik tawaku yang kamu kira tak menganggapmu serius. Sudahlah, aku tidak ingin mengakui kalau aku berpura-pura biasa saja, bersikap seakan-akan tidak peduli. 

Kenyataannya, aku kalah. Bukan dari segi sikap saja, bahkan dari segi jarak dan waktu.

Hai, apa kabar?
dari aku,


 priamu.

Sabtu, 27 Juni 2015

Terekam Ulang Dipikirannya

Pantai ini adalah pantai pertama yang kalian kunjungi setelah kamu kembali lagi ke kota ini. Hari ini dia kesini. Semua momen yang pernah kalian mainkan dulu, terekam ulang dipikirannya.

"Kan udah aku bilang lebih baik gak tau, dari pada kayak gini akhirnya..."
"Ya lebih baik aku tau..."
"Kamu cemburu kan?"
"Buat apa aku cemburu? Buat apa kamu tau jawabannya? Biar kamu seneng? Aku gak siapa-siapa kan?"
"........."
Haha lucu sekali, ketika dia berada disini dan malah mengingat pertengkaran kalian. Merubah seseorang dari ketawa ke marah emang gampang, tapi tidak sebaliknya. Ada kecelakaan yang hampir terjadi ketika perdebatan kalian tak berhenti. Dia menangis hebat untuk pertama kalinya. Karna semua perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan. Lalu kamu memeluknya, mengecup keningnya dalam, menjadikanmu seolah-olah tempat ternyaman baginya.






"Ada pelangi tuh..." kamu menunjuknya dan dia tersenyum.

Jumat, 26 Juni 2015

Ketika Kau Pergi Terlalu Cepat

Punggungmu semakin lama semakin hilang dari pandanganku. Tatapan kosong dan perkataan sayang yang kau titipkan terakhir kali menyisakan sesak. Bagaimana mungkin aku baik-baik saja sementara kau meninggalkan berbagai kenangan?

Kau curang. Kau bisa saja pergi lalu melupakan semuanya. Sementara aku disini mau tak mau mengingatnya lagi, hampir setiap hari. Jalan yang pernah kita telusuri, tempat yang kita kunjungi dan lagu yang sekarang tak ingin aku putar kembali. Terlalu perih.

Ada rindu yang menyakitkan ketika aku menahan perasaan. Tetapi aku tau lebih menyakitkan ketika aku berkata jujur sementara aku sadar kau tidak bisa hadir. Benar memang seharusnya aku tidak menerima tawaranmu untuk datang kembali, seharusnya juga aku tidak menentang dan memperdebatkan saran yang diberikan temanku. Tetapi hati dan pikiranku tak sejalan. Kau dan aku sedang diperbudak perasaan. Bagiku, bahkan sampai sekarang.

Hai, aku masih mengharapkan secercah harapan untuk sebuah pertemuan kita. 

Dari aku yang masih terjebak
ketika kau pergi terlalu cepat