Kamis, 24 Oktober 2013

Ketika Kepemimpinan Berada Di Pundakku

Alhamdulillah, thank you LKMM-TD 2013 for The Best Essay :')

Ketika Kepemimpinan Berada Di Pundakku
(oleh: Ghea Ratu Annisa)

            Memimpin diri sendiri aja sulit, bagaimana memimpin orang banyak?
Biasanya sih, alasan orang tidak berani untuk terjun ke suatu hal yang baru karna takut akan hal buruk atau memalukan yang mereka dapatkan. Namun, kita tidak pernah tau hasilnya apabila tidak pernah berani untuk memulai segalanya. Mungkin saja hasilnya jauh lebih baik dari perkiraan dan mungkin saja itu akan menjadi pengalaman yang berharga nantinya.

Aku berani, terpaksa berani lebih tepatnya. Berani untuk membimbing orang banyak, walaupun kadang membimbing diri sendiri masih terasa begitu sulit. Berani untuk bertanggung jawab atas segala yang aku lakukan. Berani juga untuk terima resiko, sekalipun itu resiko terburuk yang akan aku alami. Sering kali keterpaksaan berdampak positif. Berawal dari keterpaksaan buat memulai sesuatu, membiasakannya buat dijalani dan akhirnya bisa melakukan. Ibaratnya, kita bisa karna terbiasa.

Aku belajar bagaimana memahami karakter setiap orang secara perlahan. Belajar bagaimana menyatukan setiap pendapat dan pola pikir orang yang berbeda-beda. Belajar untuk mengubah sifat pesimis menjadi optimis. Aku belajar juga untuk lebih dewasa menerima segala kritikan dan masukan serta lebih disiplin dalam membagi waktu, waktu untuk kegiatan umum maupun pribadi sekalipun. Keraguanku akan segala hal dalam memimpin orang-orang disekitarku hilang, disebabkan kepercayaan dan keyakinan yang telah mereka berikan. Tekad dan tanggung jawab menjalani tugas-tugasku pun tumbuh dengan sendiri karna tidak ingin mengecewakan orang yang berperan banyak terhadapku. Selain itu, aku mengerti pentingnya makna kejujuran, karna itu kunci utama dalam melakukan sesuatu. Tanpa kejujuran, tidak akan ada lagi kepercayaan-kepercayaan itu. Tidak lupa sifat tegas dan bijaksana yang harus dimiliki sebagai pemimpin. Tegas dan bijaksana dalam memutuskan sesuatu.


Dan akhirnya, ketika jiwa kepemimpinan telah tertanam didiriku. Ketika itu pula kepemimpinan berada dipundakku.

Sabtu, 05 Oktober 2013

untukmu, biru.

untuk tempo detak jantung yang tak beraturan setiap melihatmu. mulai berani untuk pertama kalinya menyapamu. dan juga beberapa sapaan darimu yang akhirnya tak pernah terbayangkan. untuk teriakan yang tertahan ketika kau antar aku walau hanya setengah perjalanan. candaan ringan dari mereka yang melihat kau dan aku walaupun tak berarti apa bagimu. perbincangan terlama, yang aku rasakan bersamamu. dan untuk warna baju yang tak sengaja sama hari itu. 

untuk rasa nyaman saat memegang bidangnya bahumu. perhatian kecilmu agar aku berhati-hati di jalan. dan ucapan terimakasih yang aku utarakan. untuk setiap tarian jemari saat membalas pesan darimu, yang aku harap tak pernah terputus dengan tiba-tiba. untuk pertemuan mendadak yang hampir setiap harinya terjadi. atau bahkan pandangan yang tak sengaja melihatmu dari jauh.

untuk keterlambatan, menyadari rasa ini tidak sesaat. untukmu, biru.

Sabtu, 24 Agustus 2013

melepaskan dan mendapatkan

     dulu, dia yang sekuat apapun aku pertahankan. bahkan aku mengorbankan hati, merelakan perasaan, memaafkan setiap kesalahan, mengikhlaskan semua kebohongan, mengurung emosi, menurunkan gengsi untuk membuat nya bahagia, walau tidak sebahagia yang aku bayangkan. tapi sayang, tak selamanya seseorang akan bertahan, kadang lelah dan rasa ingin melepaskan datang. maaf.

     kini, kamu yang tidak ingin aku hilangkan. bahkan aku tidak ingin banyak berkata tapi ini nyata, kamu yang mengobati setiap luka yang ada, membantu aku berdiri lagi ketika jatuh, membuka hatiku dan mengikhlaskan kepada yang baru, menyadarkan aku ketika tidak selamanya pengorbanan hanya dilakukan sebelah pihak serta mengartikan setiap sabar selalu mendapatkan balasan. terimakasih.
nanti bakal dateng waktunya, dimana kamu bersedia menderita dalam luka, bersedia berurai air mata hingga lelap dalam lelah, bersedia mengorbankan apapun demi menjaganya tetap utuh.

dan saat itu dateng, rasa bahagia cuma bakal jadi asa. saat itulah kamu tau, kamu jatuh cinta, terlalu dalam. - safira salsabila

Senin, 24 Juni 2013

kota kita nanti

"menara itu begitu indah, bukan?..."
       kita, dengan dua pasang mata, dengan rasa yang sama, bahagia. sangat bahagia. sampai-sampai hanya air mata yang dapat menjelaskan rasa ini. janji yang pernah terucap beberapa tahun lalu, dan terjadi, nyata! kita disini, ya di kota ini, sayang. Paris.

       "bonjour, chéri!", kata yang setiap pagi tak pernah lupa terucap dibibirnya, juga setiap lengkungan manis yang dia sebut dengan... senyuman itu. oh ya, sampai lupa aku memperkenalkannya, dia ini pacarku. wajah oriental, dengan mata kecil, mata yang hampir tidak terlihat setiap kali ia tersenyum. juga hidung yang tidak terlalu mancung sekarang, akibat kecelakaan yang dialaminya dulu. tidak lupa rambutnya yang sedikit curly, serta kulit yang putih dan soft ketika aku menyentuhnya.
       dia, kopi panas dan aku, coklat panas, sehingga pagi ini tidak terlalu dingin lagi. setelah itu, kita masih saja berkeliling menghabiskan waktu, menyusuri setiap jalan, mengunjungi setiap tempat yang masih asing. Arch de Triomphe, Champ Elysee, Musee Du LouvrePlace de la Concorde. sering kali, waktu begitu cepat berlalu saat bersamanya.
       sore ini, sore yang entah kesekian kalinya kita memandang menara ini lagi. seakan menjadi rutinitas sehari-hari. masih sama. "menara itu begitu indah, bukan?..." kata yang juga masih sama. tidak lupa pula potret kita, yang kita ambil dibalik menara ini.

       dia menatapku dalam, menggenggam jemariku juga mengecup ringan keningku. "Je T'aime!", tegasnya di malam ini, bahkan siluet wajahnya yang terpancar jelas dari cahaya lampu yang menerangi menara ini, masih begitu jelas saat mengatakan itu, how romantic! ku ulangi lagi, di malam ini, malam terakhir kita.